Oleh: Asyari Usman*
Keputusan Dewan Kehormatan Penyeleggara Pemilu (DKPP) memecat Hasyim Asy’ari dari jabatan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah sangat tepat. Sayangnya, tindakan itu terlambat. Dan pantas dipertanyakan. DKPP seharusnya sudah bisa menyidang Hasyim sejak terbongkar skandal seks dia dengan Hasnaeni “Wanita Emas” (WE).
Kalau DKPP mau, tentu si Hasyim bisa dicegah. Sehingga dia tidak sampai pergi ke Den Haag untuk melakukan skandal seks berikutnya dengan wanita anggota PPLN Belanda itu. Hasyim tidak lagi menjadi beban negara. Tidak pula menjadi salah satu perusak demokrasi.
Tapi, anehnya, DKPP baru bertindak setelah si Hasyim merampungkan lakonnya sebagai salah satu aktor keributan pilpres 2024. Artinya, DKPP sendiri perlu diaudit. Agar bisa dijelaskan semua tentang kejorokan ketua KPU.
Apa pun hasil audit terhadap DKPP, semua anggotanya wajib mundur. Begitu juga dengan semua komisioner KPU yang masih ada saat ini. Mereka pun wajib mundur. Mari kita jelaskan satu per satu mengapa semua mereka di dua lembaga itu wajib meletakkan jabatan.
Semua komisioner di KPU dan DKPP ikut melanggar asas moralitas akibat perbuatan asusila si Hasyim. Semua mereka ikut bersalah.
Memang lumayan DKPP akhirnya bertindak meskipun sangat terlambat. Tapi, tindakan mereka memecat si Hasyim tidak bisa menebus kesalahan mereka menangguhkan pemecatan itu.
Boleh jadi kekacauan dalam proses penghitungan suara di KPU tidak akan terjadi kalau lembaga itu tidak dipimpin oleh si Hasyim. Ini bisa saja disebut berandai-andai, tetapi bisa juga tidak.
Sudahlah. Sekarang publik tidak ingin melihat para anggota DKPP masih berada di kursi mereka. Segeralah mundur. Anda sendiri pun ikut menjadi bagian dari skandal seks si Hasyim. Kenapa? Karena kembali lagi bahwa DKPP sudah punya banyak catatan buruk tentang si Hasyim. Tapi diam saja.
Mereka memecat si Hasyim memang wajib. Itu sudah mereka lakukan. Hari ini, publik tidak ingin mendengarkan alasan apa pun dari para anggota DKPP.
Kemudian, para komisioner KPU yang masih tetap menduduki posisi mereka. Ini imbauan langsung kepada Anda semua: segeralah cabut. Anda pun pantas disebut sebagai bagian dari skandal si Hasyim.
Kepada Plt Ketua KPU Mochammad Afifuddin dan lima komisinoer lainnya, yaitu Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, Idham Holid, serta August Mellas, cepat-cepatlah Anda hengkang dari KPU. Anda ikut memfasilitasi skandal seks si Hasyim. Sebab, Anda semua seharusnya bisa mencegah si Penjahat Kelamin (Penkel) itu melakukan rangkaian perbuatan amoralnya jika Anda waktu itu “berteriak”.
Tapi, Anda tidak lakukan itu. Anda biarkan saja si Hasyim sesuka hatinya. Mau disebut apa lagi Anda semua kalau bukan bagian dari perbuatan tak bermoral itu?
Celakanya, Mochammad Afifuddin membuat pernyataan bahwa KPU tidak akan meminta maaf kepada publik sehubungan dengan perilaku si Hasyim. Alasan dia adalah bahwa perbuatan si Hasyim merupakan masalah pribadi.
Anda, Mochammad Afifuddin, bikin blunder besar. Si Hasyim “menikmati” si Wanita Emas itu karena terkait dengan janji-janji si Ketua kepada WE tentang peluang parpolnya untuk ikut pemilu 2024. Jadi, jelas sekali si Penkel membawa nama KPU ke dalam skandal seks itu.
Begitu juga “desak tidur” si Hasyim di Den Haag terhadap petugas PPLN Belanda. Si Hasyim juga menyandang nama KPU. Jadi, ketika si Hasyim melakukan pencoblosan di dua TPS (tempat pelampiasan seks) itu, yaitu satu TPS luar negeri dan satu TPS dalam negeri, si Penkel jelas sedang bertugas sebagai ketua KPU. Kenapa Anda, wahai Plt Ketua, mengatakan kanalisasi hasrat banseristik itu adalah masalah pribadi si Hasyim?
Jadi, semua komisioner KPU wajib meletakkan jabatan. Anda tidak pantas lagi duduk di posisi yang terhormat di situ. Anda juga menjadi beban negara ini, beban rakyat. Anda semua tidak lagi punya pijakan moral untuk terus duduk di KPU.
*Jurnalis Senior Freedom News