Oleh: Asyari Usman*
Sebetulnya, tidak ada yang mengherankan. Semua ok bagi orang NU, khususnya kalangan kader muda. Lebih khusus lagi kader muda yang menyenangi aliran liberal dan kelainan alias asal beda.
Ini bukan ‘judgemental’ (penghakiman) melainkan observasi pribadi dan frekuensi pemberitaan tentang keganjilan alias keanehan yang melibatkan kader muda NU. Masyarakat menyaksikan itu. Tidak perlu dielaborasikan.
Tapi, bolehlah diambilkan beberapa contoh. Misalnya kemunculan gagasan “Menyegarkan Kembali Penafsiran Islam” dari Jaringan Islam Liberal (JIL) pada 2001. Pemikiran kader NU yang bernama Ulil Absar Abdallah itu menyulut kontroversi luas. Kemudian kemunculan sejumlah penceramah NU dengan tampilan nyentrik dan ucapan-ucapan yang dianggap asal bunyi (asbun) yang juga memancing reaksi negatif.
Pimpinan NU cenderung membiarkan saja. Bahkan membela. Ini yang membuat publik semakin gerah melihat NU.
Sampailah kita ke episode terbaru edisi zionisme Israel. Publik se-Nusantara terbelalak. Ada lima (5) kader harapan NU pergi ke Israel menjumpai Presiden Isaac Herzog belum lama ini.
Ternyata mereka santai saja. Terlihat senang sekali. Padahal, bagi orang waras terasa keterlaluan dan tak punya hati di tengah pemabantaian yang sedang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina selama sembilan bulan ini.
Rupanya, bermasalah bagi orang lain, atau tidak etis bagi banyak orang, bagi mereka bukan masalah. Yang dirasakan sangat tidak pantas dalam akal sehat publik sedunia, bagi kader-kader NU garis suka hati malah menyenangkan. Membuat mereka bangga.
Mereka merasa mendapat tempat di mata negara yang sangat mereka kagumi. Mereka merasa “go international” dengan bergabung ke pihak zionis Israel.
Mereka lupa, pura-pura lupa, lugu atau tersungkup kedunguan bahwa penguasa Israel sedang menghimpun kekuatan propaganda untuk memoles kekejaman pembantaian mereka di Ghaza menjadi tindakan bela diri. Kekuatan propaganda itu termasuklah lima (5) kader NU yang bangga bertemu Herzog baru-baru ini.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf berkilah bahwa pertemuan itu di luar pengetahuan pengurus pusat. Dalam arti, kelima kader tersebut pergi ke Israel dengan inisiatif sendiri.
Kalau apa yang dikatakan Yahya itu benar, sangatlah mengerikan. Berbahaya sekali. Sebab, semua individu di NU, khususnya generasi muda, sangat rentan terhadap jebakan level berikutnya. Yaitu menjadikan mereka sebagai agen atau informan Israel.
Bisa saja di masa depan akan ada penjaringan yang dilakukan diam-diam oleh Israel. Indonesia sangat krusial bagi zionis Israel untuk disusupi dan diadu domba.
Dan mereka paham bahwa orang NU-lah yang paling mudah dirayu dan dibuai untuk dijadikan alat atau agen Israel. Semoga ini tidak terjadi.
Jurnalis Senior Freedom News*