Oleh: Asyari Usman*
Israel boleh saja memperdiksi semangat perlawanan rakyat Palestina akan surut setelah pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh. Tapi, itu tidak akan menjadi kenyataan.
Perlawanan rakyat malah akan semakin marak. Khususnya perlawanan dari sayap militer yang berhimpun di Hamas.
Pembunuhan terhadap pemimpin perlawanan sudah berkali-kali terjadi. Samangat perlawanan rakyat tidak melemah. Mengapa mereka bisa seperti itu?
Pertama, rakyat Ghaza sudah terbiasa dengan penindasan yang dilakukan zionis Israel. Intimidasi, todongan senjata, pemukulan keroyokan, dan bentuk-bentuk kekerasa lainnya dilakukan setiap hari oleh tentara dan polisi Israel.
Selama 20 tahun ini hampir setiap hari tentara Israel membunuh penduduk Palestina baik itu di wilayah Tepi Barat maupun di Ghaza. Tidak ada hari tanpa kekejaman dan kesadisan Israel.
Kedua, kehidupan normal rakyat Ghaza sama dengan suasana di dalam penjara. Banyak orang yang menjuluki Ghaza sebagai penjara terbesar di dunia. Penghuninya lebih dari dua juta orang. Kelaparan, kekurangan air, kehabisan bahan bakar, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang minim adalah kondisi biasa rakyat Ghaza.
Ketiga, kelihatannya rakyat Ghaza sejak lahir secara otomatis terbekali dengan kesadaran bahwa zionis Israel minimal akan menindas mereka kalau tidak menghabisi mereka. Keberanian rakyat memghadapi kekerasan dan kesadisan bagaikan “built-in” (terbangun sendiri) di dalam pikiran mereka.
Begitulah edukasi alami yang dilalui rakyat Ghaza khususnya dan juga warga Paletina yang bermukim di Terpi Barat. Ditembak mati oleh sniper (penembak tersembunyi) atau oleh tentara pendudukan Israel sudah sangat lumrah.
Banyak lagi bentuk kezaliman lain yang dirasakan rakyat Palestina, termasuk di Ghaza. Misalnya, kesewenagan Israel merubuhkan rumah-rumah Palestina untuk mereka rampas dan jadikan perumahan mewah orang Yahudi. Sudah tak terbilang lagi. Dan merampas tanah merupakan strategi Israel untuk memperkecil wilayah Palestina.
Tujuannya adalah untuk memperlihatkan kepada masyarakat internasional bahwa secara defacto Israel-lah yang berkuasa. Dengan begitu Israel mempersempit peluang “two state solution” (penyelesaian dua negara). Mereka akan mengatakan bahwa penyelesaian dua negara (Israel dan Palestina merdeka) tidak lagi memiliki landasan hukum.
Israel bisa berteori bahwa pembunuhan Haniyeh akan menyurutkan semangat perlawanan. Keliru total. Melalui kaderisasi sistematis dan kaderisasi alamiah, rakyat Palestina di Ghaza tidak mungkin kehabisan personel perlawanan.
Ismail Haniyeh adalah dan hanyalah satu diantara kader-kader cerdas Palestina yang tak disukai zionis Israel. Banyak lagi yang akan tampil ke permukaan untuk meneruskan perlawanan politik dan militer untuk Palestina.
Jadi, jangan pernah menyangka bahwa semangat perlawanan Palestina akan melemah.
Jurnalis Senior Freedom News*