Oleh: Asyari Usman*
Para tangan kanan Jokowi sibuk ‘nyebokkan’ si Tuan. Mereka berusaha membantah keterlibatan Jokowi dalam drama penguduran diri Airlangga Hartarto dari posisi ketua umum Golkar.
Tetapi publik tetap percaya bahwa Airlangga mundur karena ada tekanan berat dari kekuasaan. Tidak mungkin peristiwa besar politik yang aneh ini berlangsung tanpa peranan Jokowi.
Nah, apakah memang bisa dikaitan pengunduran diri ketum Beringin itu dengan Jokowi? Apa saja alasan dan indikasinya?
Alasannya cukup banyak dan kuat. Begitu pula indikasinya. Sulit dibantah.
Alasan pertama, Jokowi memerlukan sebuah partai politik (parpol) untuk mengamankan diri dan keluarganya pasca-lengser pada 20 Oktober nanti. Dan dia memerlukan partai besar. Tidak cukup asal ada partai saja.
Dalam hal itu, Golkar cukup besar di DPR-RI. Hasil pemilu 2024 Partai Beringin merebut 102 kursi, naik dari 85 kursi untuk DPR-RI pada pemilu 2019. Golkar menduduki posisi kedua setelah PDIP. Artinya, wajar Beringin menjadi incaran Jokowi.
Alasan kedua ialah bahwa Airlangga lebih mudah digeser dibandingkan ketum-ketum lain. Misalnya, Jokowi dipastikan tidak akan mudah membuat ketum Nasdem atau Demokrat mundur tanpa keributan seperti yang dilakukan Airlangga.
Bagaimana dengan PKB dan PKS? Kedua partai ini tak cocok dengan “golongan darah” Jokowi.
Alasan ketiga, Golkar adalah partai mapan. Sudah memiliki infrastruktur nasional yang kuat. Beringin juga memiliki perangkat keras dan perangkat lunak yang telah terbangun luas.
Terus, apa indikasi pengunduran diri Airlangga terkait dengan Jokowi? Bisa dilihat beberapa pertanda.
Pertama, sejumlah orang dekat Jokowi mendorong agar dia menjadi ketum parpol. Tidak disebutkan nama partainya, tetapi lagi-lagi Golkar-lah yang paling mudah untuk diambil alih.
Kedua, kemunculan poster “Gibran for Golkar 2024” yang viral di media sosial. Kecil kemungkinan poster ini dibuat oleh lawan-lawan politik Jokowi maupun Golkar. Sangat riskan mengingat kekuasaan mutlak Jokowi atas semua lembaga intelijen.
Ketiga, ini yang paling anyar, ialah pernyataan dari jajaran Golkar bahwa Jokowi sudah menjadi anggota Beringin sejak 1997. Karena itu dia bisa langsung menjadi ketua umum.
Sekarang, apa yang bisa Anda simpulkan dari pengunduran diri ketua umum Golkar itu? Wajar atau ada yang kurang ajar?
Kalau saya menuliskannya begini: Airlangga yang tunduk patuh pun, tetap saja disikat. Yang penting nafsu kekuasaan terpenuhi.
Jurnalis Senior Freedom News*