Oleh: Asyari Usman*
Jokowi pusing tujuh setengah keliling. Fufufafa tak turun-turun rating-nya. Berita, analisis, dan aksi tuntutan publik tidak juga reda.
Tidak ada cara lain. Harus ada kasus sensasional yang diledakkan. Yang liputannya akan masif dan bakal menyita perhatian tak henti-henti.
“Siap, komandan! Tom Lembong saja kita ‘lego’ hari ini.”
Begini kira-kira jawaban singkat dan padat dari seorang brutalis yang biasa memadamkan berita besar. Dia keluarkan semua teori dasar dan teori advance tentang “how to hijack public attention” (bagaimana cara membajak perhatian publik).
Maka, diumumkanlah penetapan Tom sebagai tersangka kasus korupsi impor gula. Dan disusul dengan penahanannya setelah dia diparadekan dalam keadaan diborgol.
Taktik untuk mengubur Fufufafa ini sukses. Medsos dan media konvensional (medkon) menjadi heboh. Tom Lembong dibicarakan di mana-mana. Netizen bereaksi keras.
Setelah itu, Kejaksaan Agung menggelar penjelasan tentang penangkapan mantan menteri Jokowi itu. Warganet semakin jengkel. Mulai dikeluarkan kasus-kasus korupsi yang diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat tinggi pemerintahan Prabowo.
Netizen menuntut agar kasus Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, Tito Karnavian, Luhut Panjaitan, dan lain sebagainya segera juga dibuka kembali. Netizen mendesak supaya Kejaksaan Agung tidak tebang pilih.
Fufufafa mereda sebagaimana diharapkan oleh tim pencitraan Gibran Rakabuming. Tom Lembong menjadi ‘trending topic’ di medsos.
Tapi, bisakah ini bertahan lama? Akankah pembicaraan tentang Fufufafa lenyap untuk selamanya?
Kelihatannya tak mungkin. Fufufafa akan kembali lagi mendominasi percakapan publik. Ini tak terelakkan.
Sebab, kualitas pribadi Fufufafa dan cara dia dinaikkan ke kursi wakil presiden tidak akan sirna dari pikiran masyarakat. Ditambah lagi dengan kejengkelan rakyat terhadap ugal-ugalan Jokowi dalam pengambilan kebijakan dan cara dia mengelola pemerintahan, maka Fufufafa akan terus dibicarakan.
Tim pencitraan Jokowi mungkin bisa menenggelamkan bahasan Fufufafa dengan dua langkah. Pertama, Jokowi menyuruh Jaksa Agung dan Kapolri agar terus-menerus membongkar kasus-kasus lama. Pasti medsos dan medkon (koran, televisi, radio) akan meminggirkan bahasan tentang Fufufafa. Namun, sekali lagi, ini akan berlangsung sementara waktu saja.
Langkah yang kedua, Jokowi suruh Gibran mengundurkan diri dari jabatan wapres. Barulah nanti Fufufafa lenyap dari pembicaraan publik. Langkah kedua ini yang paling efektif.
Kita tunggu saja salah satu langkah ini. Berani apa tidak?
*Jurnalis Senior Freedom News