Oleh : Asyari Usman*
Hari ini tadi, 29 Desember, saya pergi ke beberapa kampung nelayan di Sumatera Utara. Sekitar 150 km selatan Medan. Di pesisir timur Sumatera.
Saya ingin mengecek pilihan mereka. Sekaligus untuk mengetahui apakah benar mereka tidak mengikuti perkembangan politik. Saya menduga mereka tak punya waktu karena sibuk dengan kehidupan sebagai nelayan tradisional.
Ternyata saya keliru. Bahkan, ketika bincang-bincang dengan salah seorang diantara mereka yang baru pulang dari laut, saya merasa lega.
“Di sini, kami Anies semua, Pak,” kata Mahmuda yang mengaku setiap hari mengikuti berita pilpres.
Muda, panggilan akrab nelayan sampan yang memang masih muda itu, menitipkan pesan untuk disampaikan kepada Timnas Amin. Pesan itu terkait dengan pengawasan di TPS (tempat pemungutan suara).
“Pak, saksi TPS harus orang yang siap bertengkar. Harus militan. Kalau tidak, habis nanti dikerjai orang itu,” ujar Muda.
Kekhawatiran soal saksi TPS juga banyak disampikan para pendukung Anies lainnya. Intinya, rakyat tak percaya pada penyelenggara pemilu. Mereka curiga terus perolehan suara Anies akan dicurangi.
Isu ini memang sangat penting. Sebab, proses penghitungan suara ala Indonesia bertele-tele. Tepatnya, terlalu banyak tahap. Yaitu di TPS, di PPK di kecamatan, kemudian dikumpulkan di KPU kabupaten, lalu diteruskan ke KPU provinsi. Barulah kemudian ke KPU pusat.
Perjalanan panjang ini membuat penghitungan suara rentan diutak-atik. Apalagi oleh orang-orang yang tahu caranya. Tentulah oleh mereka yang berwenang mengurusi tabulasi suara.
“InsyaAllah minimal di kampung kami ini 70% untuk Pak Anies, Pak,” kata Muda menambahkan.
Di dua titik lain yang berjarak lima kilometer dan 10 kilometer dari kampung Muda, saya mendengar keyakinan yang sama dengan yang disampaikan Muda.
Seorang kepala dusun (kadus) yang bertekad akan memenangkan Anies bercerita tentang suara bulat warga untuk memilih Anies. Kata Pak Kadus, orang kampung dia tidak akan ‘lari’ dari Anies.
“Saya yakin 60-70 persen orang di sini untuk Anies, Pak Haji,” tambah Pak Kadus.
Cerita “Anies menang” terdengar pula di desa tetangga lainnya. Ini semua terkait dengan pengetahuan warga desa tentang gagasan Anies yang dinilai masuk akal dan kesan positif warga terhadap kemampuan Anies.
Saya yang semula agak khawatir terhadap pilihan kelompok marginal, untuk sementara ini bisa lega. Tapi tetap mencemaskan pencurangan penghitungan suara pilpres 2024.
Semoga “Di sini, kami Anies semua, Pak” tidak dibalik secara licik oleh narasi “uang mereka tak berseri”.
*Jurnalis Senior Freedom News