Oleh: Asyari Usman*
Hebat. Harus diakui. Jokowi memang dahsyat. Tidak ada yang tak bisa dia lakukan. Golkar, partai yang dikatakan sangat kuat, solid, berisi orang-orang pintar, akhirnya bisa diambil alih.
Prosesnya enteng. Tanpa perlawanan sama sekali. Disuruh Rapim, terlaksana. Dalam beberapa jam saja terbentuk pengurus pro-Jokowi. Plt Ketua Umum Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK), terlaksana.
Disuruh Munaslub 20 Agustus, sudah diiyakan. Tinggal menunggu ketuk palu penunjukan ketua umum definitif yang baru, yang akan menjadi boneka Jokowi. Hampir pasti Bahlil Lahadalia (BL), yang masih duduk sebagai menteri investasi merangkap kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), akan diangkat sebagai ketua umum baru menggantikan Airlangga Hartarto.
Kok bisa Golkar dirampas begitu saja? Dengan mudah, murah meriah, dan tanpa ada gejolak. Apa yang terjadi di dalam Golkar?
Selama ini tidak ada kelihatan masalah. Namun, berbagai sumber menyebutkan di Pohon Beringin itu ada banyak elemen jokower kelas berat. Merekalah yang menjadi “receiver” (penerima) keinginan Jokowi.
Sesungguhnya, para “receiver” Jokowi itu tidak semenonjol faksi-faksa lain yang tak sudi Jokowi masuk. Tetapi, serbuan Jokowi ke kubu Beringin sangat kuat dan tak bisa dilawan.
Apa benar tak bisa dilawan? Tidak juga. Yang tak punya masalah hukum tentunya tak bisa ditekan-tekan. Ini memang kelemahan banyak politisi senior. Mereka melakukan tindak pidana korupsi atau gratifikasi. Semua terekam oleh lembaga penegak hukum. Berbagai lembaga penegak hukum itu paham apa yang diinginkan Jokowi.
Yang melakukan pelanggaran tidak langsung ditindak. Disimpan untuk dijadikan amunisi. Untuk kasus Airlangga, sekaranglah saatnya.
Cara ini memang culas. Tapi begitulah praktiknya. Jokowi berbeda dengan presiden-presiden terdahulu. Dia mengeksploitasi kasus hukum mangsa-mangsanya untuk kepentingan pribadi.
Ini sangat tidak etis. Tapi kita tak mungkin bicara etika dengan Jokowi. Dia itu mantan pedagang meubel. Dia menggunakan aksioma “mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
Sekali lagi, yang dialami Golkar saat ini adalah bahwa partai yang dikatakan paling matang itu dirampas dengan mudah dan murah-meriah. Tanpa gejolak.
Kok tidak melawan? Barangkali Golkar ingin memberikan contoh berpolitik santun dan adem.
Jurnalis Senior Freedom News*