Oleh : Asyari Usman*
Hak Angket di DPR untuk mengusut kecurangan pemilu-pilpres 2024, harus dilaksanakan. Berbagai praktek kecurangan sudah jelas terjadi. Angket diperlukan untuk mengungkap secara terbuka dan apa adanya tentang kecurangan yang diduga terstruktur, sistematis dan masif (TSM) itu.
Hak Angket akan memerintahkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) yang akan bekerja untuk menyelididiki kecurangan pemilu 2024. Penyelidikan penuh dan tuntas. Diungkap dari segala sisi.
Pansus bisa memanggil siapa saja untuk memberikan penjelasan. Mereka bisa memanggil semua pejabat pemerintah yang kemungkinan terkait dengan dugaan kecurangan TSM. Mereka, misalnya, bisa menghadirkan Mendagri, Dirjen terkait, Plt Gubernur atau Bupati, Camat dan lain-lain, untuk menjelaskan dugaan pengerahan aparat di jajaran Kemendagri sampai ke tingkat desa.
Ada testimoni tentang “sebar 20,000 perak untuk coblos” paslonpres dukungan penguasa. Dugaan ini terasa “di depan mata”. Cuma tak mudah membuktikannya. Untuk itu, usut dugaan ini di sidang Hak Angket.
Pansus juga bisa memanggil Kapolri. Juga Kapolda mana saja dan Kapolres mana saja guna menjawab dugaan pengerahan aparat Polri untuk memenangkankan paslonpres tertentu. Bisa pula dipanggil para pejabat yang terkait dugaan politisasi berbagai bentuk bantuan sosial (Bansos). Misalnya, Bansos yang dipersonalisasikan oleh pejabat tinggi.
Menteri Sosial Tri Rismaharini wajar memberikan pejelasan. Mengapa dia dikatakan tidak dilibatkan soal pemberian Bansos menjelang pilpres? Apakah karena dia tidak setuju? Atau dia sengaja dipencilkan? Tentu Bu Menteri bisa memaparkan dengan terang benderang di depan Pansus Hak Angket.
Kita perlu mengusut dugaan kecurangan pemilu-pilpres 2024. Banyak keanehan yang harus dijelaskan. Termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia 40 tahun untuk capres-cawapres.
Mengapa Gibran Rakabuming diterima mendaftar sebagai cawapres di KPU?
Apa yang menyebabkan Ketua KPU Hasyim Asy’ari tidak menolak? Padahal, aturan yang tertulis di UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 169 huruf (q) masih belum diubah oleh DPR. Semua ini akan digali dalam Angket DPR nantinya.
Pansus Hak Angket bisa menelusuri mengapa MK akhirnya membuka pintu untuk Gibran. Siapa dalang yang sesungguhnya berperan? Semua ini bisa ditanyakan kepada para hakim MK yang menyidangkan gugatan batas usia capres-cawapres.
Ketua KPU, Ketua Bawaslu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) perlu dipanggil oleh Pansus. Tanyakan semua hal kepada Ketua KPU termasuk Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Juga tentang dugaan penguncian persentase tertentu untuk paslonpres sepanjang hitungan manual (real count).
Mengapa KPU menolak audit forensik semua aplikasi yang digunakannya? Ada apa? Apakah benar KPU sudah sejak sebelum pencoblosan mengatur angka-angka yang ditampilkan? Angket DPR bisa membongkar habis siapa-siapa saja yang mungkin terlibat mengendalikan Sirekap.
Benarkan ada intervensi Presiden Jokowi di dalam upaya memenangkan paslonpres yang dia dukung, yaitu Prabowo-Gibran? Sejauh mana keterlibatan itu? Apa saja yang dia lakukan? Apakah benar Jokowi menggunakan instrumen-instrumen negara untuk tujuan dimaksud?
Para penanggung jawab lembaga survei juga bisa dipanggil. Jelaskan apakah mereka menyesatkan masyarakat? Benarkah mereka menggiring opini publik atau bahkan melakukan “brain-washing” (cuci otak)?
Itulah hak angket. Semuanya akan terungkap karena semuanya harus memberikan kesaksian. Penggunaan hak angket merupakan jalan terbaik untuk membuktikan atau sebaliknya menghilangkah kecurigaan publik tentang kecurangan besar-besaran pemilu-pilpres.
Jadi, mengapa harus takut menggelar Hak Angket kalau Anda merasa tidak ada masalah?
*Jurnalis Senior Freedom News