Oleh : Asyari Usman*
Apakah drama akal-akalan di Mahkamah Keluarga (MK) akan berhenti ketika Gibran Rakabuming berhasil dipaksakan menjadi cawapres untuk Prabowo Subianto?
No way! Para begundal itu dipastikan akan merencanakan pencurangan pilpres 2024. Bagi mereka memasangkan Gibran dengan Prabowo bukan basa-basi.
Mereka tidak main-main. Mereka menginginkan —dan akan memaksakan dengan segala cara— agar Gibran diduk di kursi wapres.
Tentang mengapa mereka akan memaksakan Gibran menjadi wapres? Jawabannya singkat saja: karena Jokowi ketakutan. Dia takut diri dan keluarganya akan dikejar oleh proses penegakan hukum jika dia keluar dari Istana tanpa meninggalkan tangan kuat di jajaran tinggi kekuasaan.
Gibran-lah yang diskenariokan akan menjadi tangan kuat itu. Bagi Jokowi, tidak ada jalan lain untuk terus mengendalikan kekuasaan agar melindungi keluarganya. Dan agar keinginan Jokowi yang sekaligus juga keinginan para taipan jahat, bisa berlanjut.
Prabowo-Gibran dengan dukungan koalisi besar, duit besar, kekuasaan besar, pastilah dijalankan dengan rencana besar. Rencana besar itu akan berpuncak pada pencurangan pilpres 2024 secara besar-besaran pula.
Perlukah Gibran dikawal menuju kursi wapres dengan pencurangan pilpres? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan pertanyaan balik. Apakah kecurangan di MK yang diatur Ketua Anwar Usman —adik ipar Jokowi— sehingga meloloskan Gibran menjadi cawapres, cukup untuk memastikan Gibran duduk sebagai wapres? Tidak cukup.
Jokowi belum bisa tidur. Jokowi belum merasa aman kalau anaknya itu hanya bisa ikut pilpres tapi tidak pasti menang. Jadi, perlu satu lagi pencurangan. Agar Gibran duduk di Istana Wapres.
Puncak pencurangan itu wajib terlaksana. Yaitu, pencurangan dalam penghitungan suara pilpres. Skenario ini sudah dimulai sejak lama. Tahap awalnya adalah mengatur lembaga-lembaga survei agar menempatkan Prabowo terus-menerus di posisi tertinggi. Ganjar Pranowo di posisi kedua, Anies Baswedan selalu di urutan ketiga.
Prabowo selalu tertinggi, di atas 35%. Publik hampir setiap dua pekan dicuci otak (brain wash) dengan hasil tertinggi itu. Tujuannya agar nanti tidak kaget kalau Prabowo-Gibran dinyatakan menang oleh KPU.
Tibalah hari pencoblosan. Perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) pastilah sudah disiapkan dengan rapi.
Perangkat keras itu antara lain ratusan orang pro-Jokowi (projo) yang dipasang di posisi pelaksana tugas (Plt) gubernur dan bupati-walikota. Polisi juga dipastikan projo. Jajaran TNI mungkin termasuk yang tak bisa dikooptasi.
Kemudian, perangkat keras lainnya yang sudah dijamin pro-Jokowi adalah KPU. Lembaga ini sangat krusial. Merekalah pelaksana pilpres dan yang menghitung suara.
Kalau terjadi sengketa, Jokowi duduk tenang. Proses sengketa akan ditangani Mahkamah Keluarga (MK). Di sana ada adik ipar sebagai ketua.
Terus perangkat keras apa lagi? Semuanya ada dalam genggaman Jokowi. Bagaimana dengan perangkat lunak? Juga sudah dijamin. Antara lain duit besar, boneka buzzer, media massa besar, akun ternakan di media sosial, lembaga-lembaga survei tadi, dan sebagainya.
Semua akan dikolaborasikan untuk menyukseskan pencurangan besar-besaran pilpres 2024. Demi memastikan kemenangan Gibran.
Tapi, bisakah pencurangan itu terjadi? Ini adalah prediksi berdasarkan fakta-fakta yang kasat mata.
*Jurnalis Senior Freedom News