Oleh : Asyari Usman*
Hari ini, Selasa, 28 November 2023, resmi dimulai kampanye pilpres. Sebetulnya bukan hanya kampanye pilpres, melainkan juga kampanye pileg yang meliputi DPR, DPRD dan DPD.
Tetapi, harus diakui, kampanye pilpreslah yang akan menjadi fokus perhatian publik. Apalagi pilpres 2024 akan menjadi barometer banyak hal. Barometer praktek demokrasi, barometer keamanan, barometer masa depan bangsa, barometer politik bersih, dan khususnya barometer kecerdasan.
Artinya, banyak yang akan diukur dari kampanya pilpres selama lebih kurang 75 hari ke depan. Yang paling menonjol adalah aspek praktek demokrasi. Kita akan mengukur apakah Presiden Jokowi akan berdiri netral atau tidak. Beberapa bulan yang lalu, Jokowi pernah menegaskan bahwa dia tidak akan netral demi bangsa dan negara.
Hari ini, sikap tak netral Jokowi itu pastilah lebih kental lagi. Dalam arti, ketidaknetralan Jokowi kelihatannya tidak lagi demi bangsa dan negara melainkan demi Gibran Rakabuming, anaknya. Mengapa? Karena Jokowi tak mungkin menahan diri untuk tidak melakukan segala cara demi memenangkan Gibran.
Jokowi tak mungkin mengatur Gibran berpasangan dengan Prabowo Subianto untuk kalah. Dia akan lakukan apa saja demi Gibran menjadi wakil presiden.
Tentu suasana kampanye akan seru. Itu pasti. Gibran harus menguasai popularitas di seluruh Indonesia –khususnya di Pulau Jawa. Salah satu caranya adalah pemasangan baliho dan spanduk Gibran seluas mungkin. Ini bahkan sudah berlangsung begitu Gibran dideklarasikan sebagai cawapres untuk Prabowo.
Pemasangah spanduk dan baliho Gibran yang begitu cepat dan masif mengindikasikan bahwa ada tim siluman yang ikut bekerja. Salah satu yang sedang disorot adalah dugaan keterlibatan Polisi.
Tentang sepak terjang Polisi, ada satu tulisan yang beredar viral di grup-grup WA. Nama penulisnya tidak dicantumkan. Tapi, kalau dilihat dari gaya penulisannya dan dari informasi yang begitu rinci di dalam tulisan ini, kita akan teryakinkan bahwa sebagian jajaran Polri melakukan tindakan untuk memihak Gibran.
Judul tulisan itu cukup menarik: “Kapolri dan Wakapolri Kompak Sokong Gibran”. Diceritakan bahwa sejumlah perwira tinggi di Polri tidak nyaman dengan manuver Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang mengambil inisiatif untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.
Intinya, banyak petinggi Kepolisian yang merasa galau. Termasuk Irwasum Komjen Ahmad Dofiri. Kabareskrim Komjen Wahyu Widada juga merasa tak nyaman. Tapi, mereka tak bisa berbuat banyak.
Di dalam tulisan ini dikatakan bahwa Gubernur PTIK Irjen Nico Afinta merasa tak nyaman dengan apa yang terjadi di Jawa Timur. Dia pernah menjadi Kapolda di provinsi ini. Disebutkan bahwa 18 kapolres di Jawa Timur diduga ikut operasi untuk memenangkan Gibran. Operasi ini diduga ditangani oleh Wakapolda Akhmad Yusep Gunawan dan beberapa petinggi Polda.
Di Medan, seperti disebutkan di tulisan itu, operasi pemenangan Gibran diduga dipimpin langsung oleh Wakapolri Komjen Agus Adrianto. Para Kapolres di Sumetara Utara juga dikatakan tidak nyaman. Menariknya, tidak semua Kapolda diminta untuk memenangkan Gibran.
Jadi, kampanye pilpres yang dimulai hari ini kemungkinan besar akan dilanda kesewenangan para penguasa demi memenangkan Gibran. Ini tentu sangat membahayakan proses demokrasi dan stabilitas sosial-politik. Sangat bisa memicu gejolak bahkan kericuhan.
Sebab, publik nantinya bisa merekam langsung tindakan-tindakan tak netral oleh aparat negara. Dan, ingat, rakyat sangat tidak rela membiarkan keberpihakan instansi seperti Polri pada salah satu paslon.
Di tengah kemungkinan kampanye akan diintervensi oleh kekuasaan, marilah kita tetap berdoa semoga berjalan lancar tanpa kecurangan. AMIN, AMIN, AMIN.
*Jurnalis Senior Freedom News