Oleh : Asyari Usman*
Silakan hitung berapa kali Anies Baswedan tampil di panggung akademis, baik di kampus maupun di studio televisi. Mari kita jawab secara jujur dan objektif, di panggung mana Anies tidak elegan dan dominan dalam menyampaikan gagasan, argumentasi, dan menjawab pertanyaan?
Singkat saja, Anies selalu elegan. Selalu dominan. Dan meyakinkan orang-orang yang hadir dalam diskusi. Anies mampu menjawab soal ekonomi, ekologi, pendidikan, kesehatan, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, kebudayaan, geopolitik, ancaman internal dan eksternal, dan lain sebagainya.
Mengapa Anies bisa menguasai macam-macam isu? Karena dia mempelajari banyak hal ketika kuliah S1, S2, S3. Dia belajar ekonomi di UGM. Kemudian mendalami keamanan internasional dan kebijakan publik untuk tingkat master. Selanjutnya Anies mempelajari ilmu politik untuk S3. Setelah itu, beliau berprofesi sebagai dosen hingga menjadi rektor. Jadi, Anies punya pengetahuan yang beragam dan luas.
Ini yang membuat Anies bisa selalu natural ketika mendominasi “uji akademis” tanpa persiapan sekali pun. Semuanya mengalir dengan spontan. Dia selalu menyampaikan pikirannya dalam bahasa yang lugas dan bening. Anies selalu otoritatif dan atraktif. Baik dari aspek komunikasi maupun konten yang dipaparkan.
Ya, begitulah. Faktanya dia seperti pabrik kecerdasan. Anies mampu menjelaskan secara runtun gagasannya. Para dosen senior, khalayak hadirin, sama-sama mengakui kemampuan Anies menjawab semua pertanyaan. Dan itu bukan pertanyaan-pertanyaan sembarangan.
Para panelis dan mahasiswa datang ke acara-acara diskusi terbuka itu untuk memanggang (meng-grill) Anies. Untuk membongkar isi kepalanya. Supaya bisa dilihat kadar intelektualitasnya.
Semua paparan dan jawaban Anies selalu melebihi ekspektasi pendengar. Sistematis, subtantif dan meyakinkan. Di satu-dua acara tanya-jawab ada beberapa pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Namun Anies selalu bisa menampilkan argumen yang relevan dan tak terduga.
Ketika dia bisa mulus melewati berbagai pertanyaan yang terasa memojokkan itu, Anies justru menunjukkan kepiawaian. Tenang menjawab, terstruktur uraiannya.
Anies memang “presidential class” – “kelas presiden”. Sering juga di sini disebut “berkelas”.
Berkali-kali saya mengamati debat calon perdana menteri Inggris menjelang pemilu. Selama sekitar 25 tahun bermukim di London, puluhan kali menonton ‘live interview’ di sejumlah stasiun televisi Inggris, ratusan kali mencermati “Prime Minister’s Questions” (PMQ) atau “Tanya Jawab Perdana Menteri” yang dilakukan dua kali sepekan di Parlemen, rata-rata perdana menteri selalu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan berat. Dengan data dan tertata.
Hari-hari ini saya teringat kembali adu argumen di Inggris itu ketika sekarang menyaksikan Anies dicecar pertanyaan oleh panelis kelas berat dan para mahasiwa yang galak. Anies bisa menjawab dengan bobot yang persis sama dengan kehebatan para politisi senior Inggris.
Sebenarnya, saya khawatir terjerumus ke puja-puji yang berlebihan. Cuma, tidak adil kalau ada penilaian positif yang harus disembunyikan hanya karena takut berkata overdosis.
Tidak mudah berbahasa moderat untuk menilai penampilan Anies yang selalu distinktif (menonjol) di sekian banyak diskusi terbuka. Diskusi-diskusi itu berhasil dia “kuasai”. Padahal, acara-acara terbuka itu sangat intimidatif terhadap beliau. Penilaian yang ditahan-tahan menjadi tidak alami karena kualitas dan bobot presentasi Anies memang selalu memicu rasa kagum.
Bila kita larut dalam kekaguman itu, akan mudah terucapkan “Anies Tak Terbendung”. Ini banyak sekali dikatakan dan ditulis orang.
Sudah bosan sebetulnya menulis judul “Anies Tak Terbendung”. Tapi, begitulah faktanya sejak Anies dideklarasikan sebagai capres.
Pertama, karena ke mana pun dia berkunjung akan selalu disambut massa yang membludak. Kedua, di mana dia tampil untuk diskusi terbuka, Anies selalu keluar dengan narasi-narasi segar, Dia selalu unggul di sirkuit kontestasi pilpres hari ini.
*Jurnalis Senior Freedom News